Karya Tulis

Niat Ikhlas dan Keistiqomahan

Bismillaahirrahmaanirrahiim

Kawan-kawan, salah satu dari syarat diterimanya ibadah adalah niat ikhlas. Niat ikhlas adalah saat kita memurnikan amal perbuatan dari seluruh tujuan-tujuan apapun, kecuali karena Allah Subhanahu Wa Taala. Murni tujuannya karena Allah Subhanahu Wa Taala, itulah ikhlas.

Allah berfirman dalam Alqur’an, surah Al-Bayyinah ayat 5;

Auudzu billaahi minasy-syaithaanir-rajiim

Wa maaa umiruuu illaa liya’budullaaha mukhlishiina lahuddiina hunafaaa-a wa yuqiimush-sholaata wa yu’tuzzakaata wa dzaalika diinulqoyyimah.

Dan tidaklah mereka semua diperintahkan kecuali untuk beribadah kepada Allah dengan tulus ikhlas, semata-mata karena menjalankan agama juga agar melaksanakan shalat, menunaikan zakat, dan itulah agama yang lurus (benar).

Kawan-kawan yang dirahmati oleh Allah, poin pertama dari mengapa kita perlu melaksanakan amal ibadah secara ikhlas adalah karena ikhlas ini merupakan pokok agama. Diterima atau tidaknya semua amal ibadah tergantung pada niat ini. Jika niatnya benar karena Allah, maka ia ikhlas. Jika ia ikhlas, maka ia telah menjalankan agama yang lurus dan ibadahnya pun diterima.

Lain halnya apabila amal ibadah kita adalah karena hal lain, maka ibadah tersebut akan sia-sia dan tidak ada ruhnya. Ibadah tersebut hanya akan membuat pelaksananya capek dan lama kelamaan ia akan kecewa dengan amal perbuatannya.

Niat itu juga terkait dengan kesadaran kita bahwa hisab pada hari akhirat nanti bersifat individual. Kita akan dihisab terkait amal ibadah kita sendiri dan kita tidak akan ditanya tentang amal ibadah orang lain.

Misal ketika kita sedang mengurus suatu program kerja, kita akan ditanya tentang apa yang seharusnya bisa kita lakukan dan apa yang kita lakukan terhadap hal tersebut. Kita tidak akan ditanya tentang apa yang dilakukan oleh Kang Dimas Jalaluddin sebagai Sekretaris Umum KAMIL. Kita tidak akan ditanya tentang Mas Zainul yang mengurus Fundrising KAMIL, tapi kita akan ditanya tentang apa yang dilakukan oleh diri kita sendiri.

Bisa jadi di lingkungan orang-orang sekitar kita tidak amanah dalam menjalankan tugas-tugasnya. Hal tersebut seharusnya tidak mempengaruhi performa kita dalam melaksanakan amanah. Kita tetap saja harus menjalankan apa yang bisa kita lakukan. Lakukanlah semuanya karena Allah Subhanahu Wa Taala.

Mungkin suatu hari kita akan menemui atasan yang menyulitkan. Tenanglah kawan, kita tidak akan ditanya tentang orang tersebut. Kita akan dihisab di akhirat kelak tentang apa yang kita lakukan saat ada orang lain yang menyulitkan kita. Begitu pun sebaliknya, saat ada orang lain yang berbuat baik kepada kita, maka perbuatan baiknya tersebut untuk dirinya sendiri dan dia akan mendapat balasan sesuai perbuatannya terlepas apa yang kita lakukan kepada orang yang telah berbuat baik tadi. Jika kita bersyukur, kita akan mendapat kebaikan. Tapi jika kita sombong dan menyinggung yang memberi kebaikan, maka keburukannya untuk kita sendiri.

Contoh lainnya adalah saat kita menghadiri suatu pertemuan yang tidak kondusif, dimulainya telat dan suara kurang terdengar dengan baik. Jalani semuanya karena Allah, hadirlah tepat waktu meskipun orang lain datang terlambat. Tetaplah jadi anggota rapat yang baik saat yang lain justru bercanda. Tetaplah menjaga komunikasi meskipun ada yang tidak. Lakukan semuanya karena Allah. Allah tidak pernah luput dari apa yang dilakukan olah hamba-Nya dan Allah adalah sebaik-baik pemberi balasan.

Lakukanlah semuanya dengan ikhlas karena Allah. Kita tidak akan ditanya tentang apa yang dilakukan orang lain. Tapi kita akan ditanya tentang apa yang telah kita lakukan.

Kawan-kawan yang dirahmati oleh Allah, niat ikhlas itu terkait dengan keberhasilan Da’wah kita di Lembaga Dakwah Kampus Pascasarjana yang kita jalani ini.

Kita perlu menyadari bahwa keberhasilan dakwah di ITB dan Indonesia itu tetap diatur oleh Allah. Kita bisa saja memiliki tim media yang mumpuni, koneksi ke pemateri yang hebat, tim yang sangat hebat kompetensinya, tim fundrising yang sangat produktif, namun jika Allah menetapkan dakwahnya tidak mengubah mad’u (target dakwah) pasti tidak akan bisa.

Kita diingatkan lagi bahwa keberhasilan dakwah kita itu tetap Allah yang menentukan. Boleh jadi kita sudah mengeluarkan banyak effort dalam berdakwah, ternyata hasilnya tidak sesuai ekspektasi, sehingga membuat kita kecewa.

Ingatlah kawan, bahwa keberhasilan dakwah itu diatur oleh Allah. Sehingga keberhasilan dakwah bukanlah hal yang menjadi tujuan utama kita. Tujuan kita adalah balasan dari Allah, bukan balasan dari mad’u (target dakwah). Niat yang tulus dan kesungguhan kita dalam berikhtiar yang akan mengantarkan kita pada tujuan yang hakiki.

Allah berfirman dalam Alqur’an Surah Al-Hajj ayat 37;

Lay-yanaalalloha luhuumuhaa wa laa dimaaa`uhaa wa laakiy yanaaluhut-taqwaa mingkum

Daging (hewan kurban) dan darahnya itu sekali-kali tidak akan sampai kepada Allah, tetapi yang sampai kepada-Nya adalah ketaqwaan kamu.

Dan ingatlah kembali kawan, Allah adalah sebaik-baik pemberi balasan. Jika kita telah ikhlas dan bersungguh-sungguh, Allah tidak akan mengecewakan hamba-Nya. Objek dakwah tentu akan mengecewakan, manusia tentu akan mengecewakan. Atasan, anggota, tentu akan mengecewakan. Tapi Allah, tidak pernah mengecewakan orang-orang yang beramal lillaahi ta’ala.

Niat ikhlas juga terkait dengan apa yang kita lakukan di KAMIL. Berdakwah melalui lisan ataupun tulisan akan tergambarkan dari niat yang ada di dalam hati.

Kawan-kawan yang dirahmati Allah, ketahuilah apa yang keluar dari seseorang itu tergantung dari apa yang menjadi niatnya, yaitu apa yang ada di dalam hatinya. Jika niat dan hatinya baik, maka baik pula yang keluar dari dirinya.

Jika kita berniat menyampaikan sesuatu yang baik, pastilah yang disampaikan pun akan baik. Lain halnya dengan orang yang memiliki maksud buruk dibalik perkataannya yang terdengar baik, pasti yang akan diterima oleh orang lain tetaplah buruk.

Ketahuilah, sebetulnya syiar kita adalah seperti mulut teko. Apa yang keluar darinya, berasal dari apa-apa yang ada di dalamnya.

Tidak mungkin akan keluar madu dari mulut teko, jika di dalam teko tersebut isinya adalah air keruh. Jika isi teko tersebut adalah air keruh, pastilah yang keluar dari mulut teko adalah air keruh juga, mau bagaimanapun orang lain memuji atau membohongi kita terkait air keruh yang keluar tersebut.

Tidak mungkin keluar air teh manis jika yang ada di dalam teko adalah air kopi. Teko yang berisi air kopi pasti mengeluarkan air kopi juga. Jika kita mengharapkan teh manis yang keluar dari teko, maka siapkanlah air teh manis di dalam teko tersebut.

Syiar kita itu seperti mulut teko, jika niat kita tidak ikhlas yaitu mengharap pujian dan sanjungan orang, pastilah hati akan menjadi keruh dan yang keluar pun juga akan terasa keruh. Ia akan tetap keruh mau bagaimanapun kata-kata tersebut dibungkus dengan untaian kata mutiara maupun dengan kemampuan media yang kita miliki.

Lain halnya jika niat kita baik dan hati kita baik, maka pasti yang keluar pun akan baik. Meskipun kita belum sempurna dalam pengemasan, belum sempurna dalam penyampaian, tapi pastilah yang dikeluarkan akan baik.

Kawan-kawan, syiar yang kita lakukan itu seperti mulut teko, apa yang keluar darinya tergantung dari apa yang ada di dalamnya.

Terakhir, saya hendak menyampaikan tentang keistiqomahan.

Ketahuilah kawan-kawan sesungguhnya jika seseorang melaksanakan amalan secara ikhlas, maka keistiqomahan akan ia dapatkan.

Ada seorang dosen yang sangat baik performanya dalam mengajar, dan ia juga sangat baik dalam penelitian yang ia lakukan, sehingga suatu saat ia mendapat penghargaan sebagai dosen terbaik. Lalu seorang dosen peraih gelar dosen terbaik itu dipuji terkait penghargaan dosen yang ia dapatkan. Namun setelah dipuji, dosen tersebut justru menyampaikan “Alhamdulillaah.. tapi ah, itu mah biasa saja, hanya jadi salah satu bagian cerita dari hidup ini. Biarkanlah berlalu.”

Dari kejadian tadi, kita semua mungkin berpikir, “Lho, itu kan keren banget udah jadi dosen terbaik.. tapi kok beliau malah bilang biasa aja ya?”

Ketahuilah kawan-kawan, hal tersebut adalah tentang visi hidup.

Biasa saja, karena itu bukan tujuan dari dosen tersebut menjadi dosen. Tujuannya jauh lebih mulia daripada sekedar menjadi dosen terbaik. Tujuan besar yang masih jauh itulah yang membuatnya biasa saja dan tetap melanjutkan performa baiknya dalam pekerjaan yang ia jalankan.

Ini tentang tujuan sebenarnya dari apa yang kita lakukan di dunia ini. Penghargaan dari makhluk seharusnya bukanlah yang kita inginkan dari setiap usaha kita di dunia. Selesainya suatu program bukanlah akhir dari perjuangan. Tercapainya poin-poin indikator keberhasilan suatu program bukanlah tanda perjuangan kita di dunia ini selesai. Penghargaan dari manusia bukanlah hal yang membuat kita merasa senang secara berlebihan. Itu menjadi sedikit pelipur lara agar kita segera melanjutkan perjuangan kita.

Salah, kalau tujuan hidup kita adalah untuk jadi direktur suatu perusahaan, karena kalau sudah jadi direktur, lalu apa?. Salah, kalau tujuan hidup kita adalah punya banyak harta, karena kalau sudah punya banyak harta, lalu apa?. Salah, kalau tujuan hidup kita adalah untuk menikah, karena kalau sudah menikah, lalu apa?.

Apa? Apa yang menjadi tujuan kita melakukannya? Jika memang teman-teman sudah mendapatkannya, silakan berhenti. Ya, silakan berhenti saja dalam perjuangan jika sudah merasa puas, atau terpuaskan dengan hal-hal duniawi. Silakan berhenti saja jika memang sudah merasa jenuh, putus asa tidak tahu mau bagaimana dan mengutuk berbagai keterbatasan.

Kampus ITB yang menjadi kampus madani? Belum, belum tercapai. Apa? Apa yang menjadi tujuan kita?

Teruslah berjuang, kawan… teruslah beramal, istiqomah, karena balasan kita bukan apa-apa yang ada di dunia ini. Teruslah beramal dan istiqomah, karena seharusnya kita semua belum sampai sama sekali di garis finish, saat kita masih membaca tulisan ini.

Teruslah ikhlas, istiqomah, kawanku.

Penulis: Reka Ardi Prayoga (Ketua KAMIL 2018)

Berbagi Informasi

Leave a Reply

Your email address will not be published.