Kabar Forsi Himmpas

Cerita Madrasah Cinta Teh Meyda Sefira

Bandung – Semakin menjamurnya tren nikah muda dewasa ini, perlu diimbangi dengan kesiapan lahir dan batin dari para muslimah. Tidak sedikit seorang muslimah menjadi rentan baper, galau dan berkeluh kesah jika belum atau tak kunjung menemukan dan mendapatkan jodoh, sementara banyak teman sudah menyebar undangan, membuat gerah hati dan pikiran. Padahal ada hal terpenting yang senantiasa harus diingat adalah bahwa menikah merupakan separuh agama. Menikah menjadi salah satu ibadah dari sekian banyak ibadah yang dapat dilakukan seorang muslimah. Jikalau Allah belum mentakdirkan ia bertemu jodohnya, justru menjadi kesempatan yang harus digunakan dengan sebaik-baiknya untuk terus memperbaiki ibadah yang separuh lagi; fokus kuliah, mengaji dan menambah hafalan alquran, berbakti kepada orang tua dan lain sebagainya. Bahwa menikah bukanlah perkara semudah yang dibayangkan. Belum tentu ketika sudah menikah, seseorang memiliki banyak kesempatan dan waktu lapang untuk mengaji jika baru saja satu ayat dibaca, anak menangis. Tidak bisa dengan leluasa keluar rumah selalu hadir di kajian-kajian atau mejelis ilmu. Saat di rumah, maksud hati hendak streaming kajian, suami mengetuk pintu, pulang bekerja. Maka dari itu, seorang muslimah sangat perlu menyiapkan perbekalan yang cukup dalam rangka perjalanan menuju menggenapkan separuh agamanya.

Mengusung tema “Membangun Madrasah Cinta Menuju Surga”, kajian Cakrawala perdana KAMIL Pascasarjana ITB 2018, Jumat, 23 Maret 2018, mengupas tuntas segala problematika pra nikah tersebut, bagaimana seorang muslimah memperbaiki kualitas diri—separuh agama—sebelum menggenapkan separuh agamanya yang lain, yaitu menikah. Menghadirkan teh Meyda Sefira sebagai pembicara, seolah menjadi magnet tersendiri bagi para muslimah, bertempat di GSG Masjid Salman ITB kajian Cakrawala dihadiri oleh 150 peserta muslimah dari berbagai kalangan, tidak hanya mahasiswa ITB, melainkan juga mahasiswa universitas lain maupun umum.

Pada kesempatan ini teh Meyda juga menyampaikan tentang bagaimana akhlak dan kiat-kiat terhadap pasangan. Sifat dan sikap apa yang harus ditunjukkan dalam menghadapi sebuah permasalahan dalam rumah tangga. Teh Meyda mencontohkan bagaimana harmonis dan besarnya rasa cinta Rasulullah terhadap Siti Khodijah. Bahkan jauh sepeninggal Siti Khodijah dan Rasulullah pun sudah menikah dengan Siti Aisyah, kenangan tentang segala sesuatu yang melekat pada Siti Khodijah tidak pernah Rasulullah lupakan, sampai-sampai Siti Aisyah merasa cemburu. Dari hal ini bisa diambil pelajaran apa yang membuat seorang suami begitu cintanya kepada istrinya meski telah tiada hingga terngiang-ngiang dan terkenang. Segala kebaikan dan kelembutan Siti Khodijah dan kesetiaan serta kecerdasan beliau dalam memperlakukan Rasulullah sebagai seorang suami dan juga pembawa risalah di awal-awal masa perjuangan begitu membekas dalam benak Rasulullah.

Hal penting yang juga teh Meyda sampaikan di akhir adalah beliau kembali mengingatkan tentang syukur dan menjaga kualitas diri. Salah satu cara menjaga kualitas diri adalah dengan menjaga makanan, bukan hanya halal namun juga thoyyib, dengan harapan mendapat keberkahan dalam segala aspek kehidupan. Karena dalam hidup, bukan bahagia yang dicari, melainkan keberkahan. Apalah arti kebahagiaan jika tidak berkah.

Penulis: Laksmiyanti Annake Harijadi Noor

Berbagi Informasi

Leave a Reply

Your email address will not be published.